Sabtu, 11 Juli 2015

Perbedaan PSAK 24 “ IMBALAN KERJA”, Sebelum dan Sesudah Penerapan IFRS

A. PSAK 24 Imbalan Kerja
Imbalan kerja (employee benefits) adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan suatu entitas dalam pertukaran atas jasa yang diberikan oleh pekerja atau untuk pemutusan kontrak kerja. Secara umum PSAK 24 adalah mengatur pernyataan akuntansi tentang imbalan kerja di perusahaan. Latar belakang Penerapan PSAK 24 tentang Imbalan Kerja adalah: Undang-Undang Ketenagakerjaan (UUK) Nomor 13 Tahun 2003 mengatur secara umum mengenai tatacara pemberian imbalan-imbalan di perusahaan, mulai dari imbalan istirahat panjang sampai dengan imbalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Dilihat dari jenis imbalan kerja yang termasuk kedalam definisi imbalan kerja di PSAK-24 adalah sebagai berikut:
1. Imbalan Kerja Jangka Pendek, Yaitu imbalan kerja yang jatuh temponya kurang dari 12 bulan. Contoh dari Imbalan Kerja Jangka Pendek ini adalah; Gaji, iuran Jaminan Sosial, cuti tahunan, cuti sakit, bagi laba dan bonus (jika terutang dalam waktu 12 bulan pada periode akhir pelaporan), dan imbalan yang tidak berbentuk uang (imbalan kesehatan, rumah, mobil, barang dan jasa yang diberikan secara cuma-cuma atau memalui subsidi).
2. Imbalan Pasca Kerja, Yaitu imbalan kerja yang diterima pekerja setelah pekerja sudah tidak aktif lagi bekerja. Contoh dari Imbalan Pasca Kerja ini adalah : Imbalan Pensiun, Imbalan asuransi jiwa pasca kerja, imbalan kesehatan pasca kerja. Jika dikaitkan dengan penjelasan diawal tulisan ini, imbalan pasca kerja yang tercantum di perundangan ketenagakerjaan adalah; Imbalan Pensiun, Meninggal Dunia, Disability/cacat/medical unfit dan mengundurkan diri.
3. Imbalan Kerja Jangka Panjang, Yaitu imbalan kerja yang jatuh temponya lebih dari 12 bulan. Contoh dari Imbalan Jangka Panjang ini adalah: Cuti besar/cuti panjang, penghargaan masa kerja (jubilee) berupa sejumlah uang atau berupa pin/cincin terbuat dari emas dan lain-lain.
4. Imbalan Pemutusan Kontrak Kerja (PKK), Yaitu imbalan kerja yang diberikan karena perusahan berkomitmen untuk: (1) Memberhentikan seorang atau lebih pekerja sebelum mencapai usia pensiun normal, atau (2) Menawarkan pesangon PHK untuk pekerja yang menerima penawaran pengunduran diri secara sukarela (golden shake hand). Imbalan ini dimasukan kedalam pernyataan PSAK-24, jika dan hanya jika perusahaan sudah memiliki rencana secara jelas dan detail untuk melakukan PKK dan kecil kemungkinan untuk membatalkannya.

Salah satu ketentuan di UUK adalah mengenai imbalan pasca kerja, yaitu imbalan yang harus diberikan perusahaan kepada karyawan ketika karyawan sudah berhenti bekerja (pasca kerja = setelah kerja). Imbalan-imbalan Pasca Kerja tersebut secara akuntansi harus di cadangkan dari saat ini, karena imbalan-imbalan pasca kerja tersebut termasuk ke dalam salah satu konsep akutansi yaitu accrual basis. Ada 4 (empat) imbalan pasca kerja yang dihitung untuk di cadangkan dalam PSAK-24, yaitu:
1. Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Pensiun
2. Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Sakit Berkepanjangan/Cacat
3. Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Meninggal Dunia
4. Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Mengundurkan Diri
Keempat imbalan kerja di atas harus dihitung oleh perusahaan, karena ke-empat imbalan kerja tersebut termasuk dalam prinsip akutansi imbalan kerja yaitu on going concern(berkelanjutan).

Pada bulan Desember 2013 yang lalu, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia telah mengesahkan PSAK 24 (Revisi 2013). Pernyataan ini menggantikan PSAK 24 (2010) : Imbalan Kerja.PSAK 24 Revisi 2013 ini mengadopsi IAS 19 Revisi 2011 dan akan diterapkan untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2015. Adapun perbedaan terbesar dengan PSAK 24 (2010) adalah :
1. Pengukuran dan Asumsi : Tidak ada perubahan signifikan, tetapi asumsi diatur dengan lebih detil.
2. Pengakuan : Tidak ada lagi komponen perubahan Nilai Kini Kewajiban yang boleh diamortisasi atau ditangguhkan pengakuannya.
3. Penyajian : Restrukturisasi komponen Beban.
4. Pengungkapan yang lebih kompleks.

• Pada PSAK 24 Revisi 2010, masih terdapat dua komponen perubahan Nilai Kini Kewajiban yang (boleh) diamortisasi atau ditangguhkan pengakuannya dimana pada PSAK 24 Revisi 2013 sudah tidak diperbolehkan.

Pada PSAK 24 (2013), komponen beban dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu :
• Biaya Jasa (Service Cost)
• Bunga Neto atas Liabilitas (aset) imbalan pasti neto (Net Interest Income / Expense)
• Ukuran kembali dari liabilitas (aset) imbalan pasti neto (Reasurement)
Komponen-komponen beban pada versi PSAK 24 (2010) (misalnya Biaya Jasa Kini, Keuntungan/Kerugian Aktuaria, etc) akan dimasukkan ke dalam 3 bagian besar tersebut dan terdapat komponen biaya yang dilebur (misal Biaya Jasa Lalu dan Dampak kurtailmen, atau Biaya bunga dengan Hasil yang diharapkan dari aset program). Biaya Jasa dan Bunga Neto diakui seluruhnya pada Laba Rugi.

C. Dampak Penerapan Revisi PSAK 24 (2013)

   ​Dampak penerapan dapat dilihat dalam komponen “Biaya yang masih harus diakui/Unrecognized” dalam angka kewajiban, yaitu terdiri dari Biaya Jasa Lalu yang belum diakui (Unrecognized Past Service Cost) dan Keuntungan/ kerugian actuarial yang belum diakui (Unrecognized Actuarial Gain Loss). Pada saat menerapkan PSAK 24 (2013), maka komponen ini harus dikeluarkan dari angka kewajiban, sehingga angka kewajiban akan menjadi net antara Nilai Kini Kewajiban dikurangi Nilai Wajar Aset Program (jika ada).

D.  Basis Akrual (accrual basis) dan Kelangsungan Usaha (Going Concern)

Ada dua konsep dasar yang disebut secara spesifikasi dalam rerangka konseptual IASC, antara lain :

a. Basis Akrual (accrual basis) Konsep ini menyatakan bahwa dalam menentukan laba  periodic dan posisi keuangan suatu unit usaha , akuntansi mendasarkan diri pada pengukuran dan  penandingan secara ekonomik pendapatan dan biaya  bukannya perbandingan biaya atas dasar kas masuk dan kas keluar (asas tunai).
Accrual basis, yang merupakan turunan dari accrual principle (prinsip akrual), merupakan metode dimana transaksi akuntansi dicatat pada saat transaksi terjadi, bukan pada saat terjadinya arus kas.
Pada accrual basis, pendapatan diakui pada saat terjadi penjualan (sebelum kas diterima), dan biaya dicatat pada saat dikonsumsi (sebelum kas keluar )
b. Kelangsungan Usaha (Going Concern) Dalam konsep ini menjelaskan bahwa perusahaan akan terus berlanjut samapai waktu yang tidak ditentukan. Implikasi dari asumsi ini pada keadaan luar biasa, nilai laporan likuidasi untuk asset dan ekuitas adalah “pelanggaran” atas konsep ini. Hal ini disebabkan konsep kelangsungan usaha mengasumsikan bahwa  perusahaan akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang dan tidak untuk dilikuidasi dalam jangka pendek. Oleh karenanya penyajian aktiva dalam laporan keuangan harus berdasarkan harga historis atau harga perolehannya

Sumber :
http://keuanganlsm.com/psak-24-mengenai-imbalan-kerja/
https://staff.blog.ui.ac.id/martani/files/2011/04/ED_PSAK_24_2013-2013-JULI-23.pdf
https://daholi4tengku.files.wordpress.com/2011/07/perbandingan-antara-ifrs-dengan-psak-qv1.pdf
https://planetakuntansi.wordpress.com/category/teori-akuntansi/
http://www.academia.edu/5467876/TUGAS_TEORI_AKUNTANSI_Konsep_dasar
http://akuntansi354.blogspot.com/2013/02/asumsi-dasar-penyusunan-laporan-keuangan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar